A. Kesehatan Bank
1. Pengertian
Kesehatanan bank
diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat
luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk
melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankannya. Kegiatan tersebut mencakup :
a.
Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari
modal sendiri
b.
Kemampuan mengelola dana
c.
Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal,
dan pihak lain
d.
Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku
B. Aturan Kesehatan Bank
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia. Undang-undang tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :
·
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuditas, rentabilitas,
dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
·
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
·
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan, dan
penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
·
Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib
memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari
segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang
bersangkutan.
·
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhaap bank, baik secara berkala
maupun setiap waktu apabila diperlukan.
·
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba
rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan
bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
·
Bank wajib mengumumkan neraca perhitungan neraca dan perhitungan laba
rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sesuai Lampiran
dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004 kepada
semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal
setiap penilaian tingkat kesehatan bank umum. Penilaian tingkat kesehatan bank
mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS, yang terdiri dari :
a.
Faktor Permodalan (Capital), terdiri dari :
1. Kecukupan pemenuhan
KPMM terhadap ketentuan yang berlaku, dengan membagi modal dan aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR).
2. Komposisi
permodalan.
3. Tren ke
depan/proyeksi KPMM. Tren rasio KPMM dan atau persentase
pertumbuhan modal dibandingkan dengan persentase pertumbuhan ATMR.
pertumbuhan modal dibandingkan dengan persentase pertumbuhan ATMR.
4. Aktiva Produktif
yang Diklasifikasikan (APYD) dibandingan dengan modal bank. Ditentukan dengan
membagi APYD dengan Modal Bank.
5. Kemampuan bank
memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba
ditahan).
6. Rencana permodalan
untuk mendukung pertumbuhan usaha.
7. Akses kepada sumber
permodalan. Indikator pendukung seperti Laba per saham atau rasio harga
terhadap saham dan tingkat pemesanan saham.
8. Kinerja keuangan
pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank. Indikator pendukung
seperti kondisi keuangan PS, usaha utama PS dan catatan reputasi PS.
b.
Faktor Kualitas Aset (Asset Quality), terdiri dari :
1. Aktiva Produktif
yang Diklasifikasikan dibanding dengan total aktiva produktif.
2. Debitor inti kredit
di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.
3. Perkembangan Aktiva
Produktif bermasalah dibanding dengan aktiva produktif.
4. Tingkat kecukupan
pembentukan PPAP. Membandingkan PPAP yang telah dibentuk dengan PPAP yang wajib
dibentuk.
5. Kecukupan kebijakan
dan prosedur Aktiva Produktif. Indikator pendukung seperti keterlibatan
pengurus bank dalam menyusun dan menetapkan kebijakan Aktiva Produktif serta
memonitor pelaksanaan; konsistensi kebijakan dengan pelaksanaan, tujuan, dan
strategi usaha bank.
6. Sistem kaji ulang
internal terhadap Aktiva Produktif. Indikator seperti kaji ulang independen,
ketaatan terhadap peraturan internal dan eksternal, dan proses keputusan
manajemen.
7. Dokumentasi Aktiva
Produktif. Indikator pendukung seperti kelengkapan dokumen dan kemudahan
penelusuran jejak audit, sistem penatausahaan dokumen, serta back up dan
penyimpanan dokumen.
8. Kinerja penanganan
Aktiva Produktif bermasalah. Indikator seperti kualitas penanganan Aktiva
Produktif bermasalah.
c.
Faktor Manajemen (Management), terdiri dari :
1.
Manajemen Umum. Indikator pendukung seperti praktik tata kelola
perusahaan yang baik (good coporate governance/GCG), struktur dan komposisi
pengurus bank, penanganan pertentangan kepentingan, independensi pengurus bank,
kemampuan untuk membatasi/mencegah penurunan kualitas GCG, transparansi
informasi dan edukasi nasabah, serta efektivitas kinerja fungsi komite.
2.
Penerapan sistem manajemen risiko. Indikator pendukung seperti penerapan
sistem manajemen risiko nilai berdasarkan empat cakupan, yaitu :
·
pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi,
·
kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit,
·
kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko serta sistem informasi manajemen risiko,
·
sistem pengendalian internal menyeluruh.
3.
Kepatuhan Bank. Indikator
pendukung seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan kepatuhan terhadap
komitmen dan ketentuan lainnya.
d.
Faktor Rentabilitas (Earning), terdiri dari :
1.
Pengembalian atas Aset (Return on Asset-ROA)
2.
Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity-ROE)
3.
Margin bunga bersih
4.
Biaya Operasional dibanding dengan Pendapatan Operasional.
5.
Perkembangan laba operasional
6.
Komposisi portofolio Aktiva Produktif dan diversifikasi pendapatan
7.
Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya
8.
Prospek laba operasional
e.
Faktor Likuiditas (Liquidity), terdiri dari :
·
Aktiva likuid yang kurang dari 1 bulan dibanding dengan pasiva likuid
kurang dari 1 bulan
·
1-Month Maturity Mismatch Ratio. Dengan formula Selisih Aktiva dan
Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan terhadap Pasiva yang akan jatuh tempo 1
bulan.
·
Kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (Loan to Deposits Ratio-LDR)
·
Proyeksi arus kas 3 bulan mendatang. Dengan formula membandingkan Arus
Kas Bersih dengan Dana Pihak Ketiga.
·
Ketergantungan pada dana antarbank dan deposan inti.
·
Kebijakan dan penelolaan likuiditas.
·
Kemampuan bank memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau
sumber-sumber pendanaan lainnya.
·
Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK). Indikator pendukung seperti
pertumbuhan DPK dan Pertumbuhan deposan inti.
f.
Faktor Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk),
terdiri dari :
1.
Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibanding
dengan potensi kerugian suku bunga.
2.
Modal/cadangan untuk fluktuasi nilai tukar debandingkan dengan potensi
kerugian nilai tukar.
3.
Kecukupan penerapan Sistem Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).
C. Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank
Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan
tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan
tertentu dengan tujuan agar bank yang bersangkutan menjadi sehat dan tidak
membahayakan kinerja perbankan secara umum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
a.
Pemegang saham menambah modal.
b.
Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.
c.
Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
d.
Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alis seluruh
kewajiban.
e.
Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada
pihak lain.
f.
Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada
bank atau pihak lain.
D. Rahasia Bank
·
Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn 1992 ttg Perbankan:
” Rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.
·
Pasal 1 angka 28 UU No. 10 thn 1998
” Rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”
Ketentuan Rahasia
Bank
·
Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.
·
Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan
dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan
dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43,
44 dan 44A.
E. Tujuan Penetapan Kerahasiaan Bank
Dasar dari kegiatan perbankan adalah
kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan
juga sebaliknya maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:
·
Integritas pengurus
·
Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan
manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
·
Kesehatan bank yang bersangkutan
·
Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan
kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan
pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya
adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang
menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah
identitas nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain,
tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi
dengan teguh "rahasia bank". Data nasabah yang berada di bank, baik
data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin
diketahui oleh pihak lain.
Jumlah kekayaan
yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan sesuatu yang perlu
dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang
harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga menginginkan agar pinjamannnya dari
bank dirahasiakan kepada orang lain. Bila kerahasiaan data nasabah tidak dapat
dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan
bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah yang
berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam
undang-undang perbankan.
F. Dasar Hukum
Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang
perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1
butir 16 dan bab VII pasal 40, 41, 42,43,44,45 dan bab VII pasal 47. Definisi
rahasia bank adalah “ segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib
dirahasiakan”.
Definisi tersebut
merupakan suatu batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai
rahasai bank. Pembatasan didasarkan pada istilah “menurut kelaziman dunia
perbankan” sehingga batasannya sangat tergantunga pada interpretasi dari
istilah “kelaziman”. Interpretasi satu orang dengan orang lain mungkin berbeda.
Secara umum batasan tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia bank mencakup
data milik nasabah deposan maupun nasabah debitor.
Perkembangan dunia
perbankan sejak ditetapkannnya undang-undang no7 tahun 1992 sampai dengan tahun
1998 menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan
kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap
rahasia bank, maka undang-undang diperbaharui dengan undang-undang nomor 10
tahun 1998.
Aturan mengenai
rahasia bank ini kemudian di ubah seperti tercantum dalam undang-undang nomor
10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992. Mengubah
pengertian rahasia bank dalam pasal 1 butir 1 menjadi: “segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.
Undang-undang ini
membatasi rahasia bank hanya pada nasabah deposan atau penyimpan dana.
Perubahan ini membawa 2 (dua) macam konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut
menyebabkan peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya, karena
data nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank.
Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit
bermasalah.
Kedua, perubahan
ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh
bantuan dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk
dalam pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih
terdapat satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data
termasuk rahasia bank atau bukan.
Nasabah debitor
biasanya juga sekaligus sebagai nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan
suatu data nasabah tergolong data nasabah penyimpan atau nasabah peminjam
merupakan sesuatu yang tidak mudah. Masalah tersbut sebenarnya ssudah berusaha
diantisipasi melalui penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998.
Penjelasan pasal 40
undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Penjelasan pasal 40 adalah “ apabila nasabah
bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank
wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai
nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah
penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.
Secara lebih rinci Undang-undang Nomor 7 tahun 1992
dan undang-undang Nomor 10 tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut:
a.
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
b.
Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananannya.
c.
Ketentuan tresebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi
d.
Pihak terafiliasi adalah:
·
Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau
karyawan bank.
·
Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan
bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
·
Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik,
penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya.
·
Pihak yang menurut penilaian BI turut mempengaruhi pengelolaan bank,
antara lain, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga
pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
G. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan
unang-unang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi.
Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
1.
Kepentingan perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada
bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta
surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak. Perintah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan
nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak wajib memberikan
keterangan yang diminta.
2.
Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan
izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia Urusan
Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah
debitor, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin
sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis
dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan
Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan
jabatan pejabat Badan Urusan piutang dan Lelang negara/ Panitia Urusan Piutang
Negara, nama nasabah debitor yang bersangkutan, dan alasan diperlukanya
keterangan.
3.
Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank mengenai simoanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank
wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas
diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh
Bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen
permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebut
nama dan jabatan polis, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta
alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan
dengan keterangan yang diperlukan.
4.
Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank bersangkutan dapat
menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah
bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara
tersebut. Dalam situassi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan
nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara
tersebut, tanpa izin dari pimpina Bank Indonesia.
5.
Tukar-menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan
keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank
dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain
guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu
bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang
dihadapi, sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain.
Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara
lain diatur mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta
bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator
secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya
debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar
menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
6.
Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang
dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai
simpaan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang
ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan,
atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.
7.
Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah
meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang
bersangkutan barhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan
tersebut.
H. Sanksi atas Pelanggaran Aturan Rahasia Bank
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh
keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui keterangan
tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang
diberikan. Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk
kerahasiaan bank maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan yang
tercantum dalam undang-undang no 10 tahun 1998.
Pembukaan rahasia bank yang tidak
mengacu kepada ketentuan dari BI berdasarkan pasal 51 ayat 1 undang-undang
tentang perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan
diancam dengan ketentuan pidana dan sanksi administrative sebagaimana diatur
dalam pasal 47 dan pasal 47A. pasal 52 yaitu sebagai berikut :
a. Sanksi pidana
1. Di dalam pembukaan
rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam tindakan perkara pidana, tanpa
membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan bank Indonesia, dengan engaja
memaksa bank atau pihak terfaliasi untuk memberikan keterangam, diancam dengan
pidana sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 1. 000.000.000 dan paling banyak Rp. 2. 000.000.000.
2. Anggota
dewankomisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja membuka rahasia bank dimaan tidak melalui prosedur, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp. 4. 000.000.000 dan paling banyak Rp. 8.
000.000.000.
3. Anggota dewan
komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan
atau membuka rahasia bank dimana di tempuh prosedur, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 7 tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 4. 000.000. dan paling banyak Rp. 15. 000.000.000.
b.
Sansksi administratif
Bank Indonesia juga menetapkan sanksi administratif sebagai berikut :
1.
Denda uang
2.
Teguran tertulis
3.
Penurunan tingkat kesehatan bank
4.
Larangan turut serta dalam kegiatan kliring
5.
Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu
maupun untuk bank secara kessluruhan
6.
Pemberitahuan pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat
pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota
koperasi mengangkat anggota pengganti yang tetap dengan persetujuan bank
Indonesia.
7.
Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar
orang tercela dibidang perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan
Lain. Jakarta : Salemba Empat.
·
http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-rahasia-bank/
·
http://edratna.wordpress.com/2008/01/09/apa-yang-perlu-diketahui-dari-rahasia-bank/